Memasak, membersihkan rumah, mencuci baju, menyapu, dan merawat anak merupakan pekerjaan harian yang lazim dilakukan oleh Ibu Rumah Tangga di Indonesia. Norma yang ada seringkali membingkai perempuan bahwa sebagai istri, ibu dan anak perempuan bertanggung jawab atas perawatan suami, anak-anak dan orang tua. Kegiatan semacam ini seringkali dianggap tidak bernilai dan tidak dianggap sebagai kegiatan produktif karena tidak menghasilkan pendapatan (gaji/upah/kompensasi). Padahal peran mereka cukup penting agar rumah tangga dan perekonomian dapat berfungsi.
Dalam konsep ekonomi, kegiatan seperti yang dilakukan ibu rumah tangga ini tergolong dalam care work economy. Definisi care work economy atau kerja pengasuhan/perawatan adalah pekerjaan perawatan berbayar (paid care work) dan pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work) yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dari kelangsungan hidup manusia, kesejahteraan, dan reproduksi angkatan kerja(1). Kegiatan ini termasuk aktivitas perawatan pribadi langsung (seperti merawat dan mengasuh anak) dan aktivitas perawatan tidak langsung atau pekerjaan rumah tangga (seperti memasak dan bersih-bersih). Pekerjaan perawatan berbayar mencakup pekerjaan di bidang kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan sosial, sedangkan pekerjaan perawatan tidak berbayar dilakukan di dalam rumah dan komunitas tanpa kompensasi uang yang jelas(2).
Mengapa kita seyogyanya harus peduli dengan care work?
Tuntutan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dari sisi gender merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs), khususnya SDG’s tujuan 5, yaitu “Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Semua Perempuan dan Anak Perempuan”. Peningkatan kesetaraan gender telah manjadi komitmen global yang diadopsi oleh negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Agar tercapai kesetaraan gender, pemerintah Indonesia saat ini tengah berusaha meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasar kerja untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi kesenjangan ekonomi terutama di sektor formal. Pemerintah menargetkan peningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan hingga mencapai angka 55% pada tahun 2024(3). Namun, meskipun pemerintah memiliki target yang ambisius, nyatanya perempuan masih dihadapkan pada Stereotip Gender dimana perempuan sering diharapkan untuk memprioritaskan peran mereka sebagai istri dan ibu di atas karir mereka, yang dapat membuat sulit bagi mereka untuk masuk atau tetap berada di pasar tenaga kerja setelah menikah.
Perempuan hingga kini masih dihadapkan untuk melakukan kedua pekerjaan produktif dan reproduktif secara bersamaan. Artinya, meskipun perempuan masuk ke pasar tenaga kerja, perempuan juga masih dituntut untuk menjalankan tanggung jawab pengasuhan di rumah. Hal ini menyebabkan perempuan lebih cenderung bekerja di sektor informal, yang pada gilirannya mengurangi jumlah perempuan yang bekerja di sektor formal pada saat yang sama. Dengan kata lain, masuknya perempuan ke pasar kerja tidak berarti tanggung jawab mereka berkurang karena mereka masih harus menjalankan tugas pengasuhan, justru beban mereka menjadi dua kali lipat. Kondisi ini mengakibatkan pendapatan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki, terutama di tingkat pendidikan yang sama.
Lalu bagaimana strategi yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan kerja pengasuhan (care work)?
Strategi untuk mencapai kesetaraan dalam kerja pengasuhan dilakukan melalui 3R yang mengacu pada prinsip pengakuan (recognition), pengurangan (reduction), dan redistribusi (redistribution).
Pertama, Recognition dimana prinsip ini menekankan perlunya mengakui dan menghargai pekerjaan perawatan sebagai hal yang penting dan mendasar bagi kehidupan dan aktivitas manusia. Pengakuan atas pekerjaan perawatan (care work) mencakup pengakuan manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkannya, serta dampaknya terhadap individu, keluarga, dan komunitas atau dengan kata lain menghitung beban kerja (terutama untuk unpaid care work). Dengan adanya recognition diharapkan mendorong adanya reduction dan redistribution.
Kedua, Reduction berfokus pada pengurangan beban pengasuhan dan waktu yang dihabiskan untuk menjalankan care work. Strategi yang dapat diambil adalah mengembangkan kebijakan bertujuan untuk meringankan beban pekerjaan perawatan, seperti meningkatkan akses terhadap air bersih, fasilitas sanitasi, dan sumber energi, serta menyediakan teknologi yang terjangkau dan mudah diakses yang dapat mengurangi waktu dan energi yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah tangga.
Ketiga, Redistribution dimana prinsip ini bertujuan untuk mendistribusikan kembali pekerjaan perawatan dari perempuan ke laki-laki. Hal ini melibatkan tantangan terhadap peran gender tradisional dan mendorong tanggung jawab bersama dalam pekerjaan perawatan dalam rumah tangga dan masyarakat. Pekerjaan rumah tangga bukan hanya tanggung jawab perempuan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama (care sharing arrangement). Strategi ini memerlukan keterlibatan tidak hanya pasangan namun juga pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah dapat menciptakan kebijakan dan program yang mendorong partisipasi laki-laki dalam kerja pengasuhan, serta mendorong sektor publik dan swasta untuk menyediakan layanan pengasuhan yang terjangkau dan berkualitas. Dengan cara ini, beban kerja pengasuhan dapat didistribusikan secara lebih adil dan dapat membantu mencapai kesetaraan dalam peran pengasuhan antara laki-laki dan perempuan.
Jika kita ingin mencapai kesetaraan gender seperti yang ditargetkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), maka perempuan perlu mencapai kesetaraan dalam akses dan kesempatan di pasar kerja. Perlu adanya upaya untuk mengurangi beban ganda yang dialami oleh perempuan dan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi perempuan dalam pekerjaan yang berbayar. Strategi ini akan membawa manfaat bagi perempuan, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Meningkatkan kesadaran akan isu unpaid care work sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender, pembangunan manusia berbasis hak, dan kesejahteraan, yang merupakan tujuan paralel dalam SDGs.
“Care work isn’t women’s work: it’s everyone’s responsibility”
Referensi
- United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. How to Invest in the Care Economy: A Primer. 2022.
- United Nations Economist Network. New Economics for Sustainable Development PURPLE ECONOMY (CARE ECONOMY+). 2022.
- Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. REVIEW RENCANA TENAGA KERJA NASIONAL 2020-2024. 2021.
****Artikel disarikan dari kegiatan RISED TALK dengan topik “The Care Work Economy: Why Should We Care?” dengan pemateri Nila Warda dan Moderator Sehat Dinati Simamora.
Penyari:
Yessy Yuliana Amalia
Deputy Director for Training & Outreach
Research Institute of Socio-Economic Development