Get In Touch
Gubeng Kertajaya V C/47 Surabaya,
East Java, 60286 - Indonesia
info@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510
Work Inquiries
rised@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510

Antara Tantangan dan Optimisme Pendidikan di Indonesia

Photo by Dhea Andriawan/kabar24.bisnis.com

Ing Ngarsa Sung Tuladha

Ing Madya Mangun Karsa

Tut Wuri Handayani

-Ki Hajar Dewantara

Slogan di atas bukanlah kalimat tanpa arti. Dalam slogan tersebut tercurahkan semangat salah satu pahlawan kemerdekaan Indonesia dalam mengartikan pendidikan. Sudah sepatutnya bagi kita untuk mengimplementasikan semangat tersebut dalam diri untuk membangun optimisme dalam memandang pendidikan di Indonesia sekarang dan pada masa yang akan datang.

Pandemi mengakibatkan tereduksinyaa kualitas pendidikan. Namun masih ada peluang bagi kita untuk melawan. Apa yang dapat kita lawan? Keterbatasan. Ya, dengan adanya pandemi ini, proses pembelajaran di setiap negara dituntut untuk beradaptasi dengan keadaan. Inovasi diciptakan, mencoba cara-cara baru dalam menyajikan pendidikan. Teknologi menjadi alat guna mempertahankan kualitas pendidikan itu sendiri. Namun, apakah teknologi menjadi satu-satunya yang dapat diandalkan?

Banyak pencapaian yang telah diraih Indonesia dalam upayanya meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya dengan memperluas akses pendidikan. Berbagai reformasi dilakukan guna memperluas akses pendidikan. Anggaran pendidikan naik 200 persen secara rill semenjak tahun 2002 hingga 2018. Hasilnya dapat dilihat dari angka partisipasi siswa yang meningkat 31 persen semenjak 2002. Peningkatan ini berkontribusi dalam bertambahnya lebih dari 10 juta siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (World Bank, 2020). Capaian pembangunan ini mengartikan meningkatnya akses pendidikan bagi siswa-siswi di Indonesia. Walaupun akses terhadap pendidikan di Indonesia meningkat, hasil capaian pembelajaran siswa masih belum optimal.

World Bank dalam laporannya menyebutkan bahwa bersekolah tidak selalu sama dengan belajar. Siswa di Indonesia rata-rata bersekolah selama 12,4 tahun. Sedangkan proses belajar yang mereka tempuh hanya setara dengan 7,8 tahun (World Bank, 2019). Selama periode survei 2009-2015, OECD melaporkan peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia konsisten berada pada urutan 10 terbawah, artinya nilai yang ditorehkan berada di bawah rata-rata. Peringkat PISA ini menggambarkan kemampuan siswa dalam literasi, numerasi, dan ilmu pengetahuan. Tahun 2018, hanya 30% siswa berusia 15 tahun yang mampu membaca di PISA (OECD, 2019). Dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia dilaporkan 54%-nya dapat membaca (OECD, 2019b). Laporan tersebut menggambarkan masih rendahnya capaian pembelajaran siswa di Indonesia.

Pandemi beresiko memperparah kondisi tersebut. Pemberlakuan belajar dari rumah mengharuskan adanya perubahan metode pembelajaran. Transisi ini berpotensi menimbulkan learning loss. Fenomena learning loss digambarkan sebagai menurunnya kemampuan siswa terutama dalam kemampuan literasi dan numerasi yang diakibatkan oleh penutupan sekolah (Kuhfeld et al., 2020). Sejalan dengan hasil survey Kemendikbud kepada 38.109 siswa dan 46.547 orang tua, terjadi penurunan frekuensi dan intensitas belajar dari rumah dibandingkan dengan belajar di sekolah. Ditemukan bahwa sebagian besar siswa tidak belajar setiap harinya dan hanya belajar kurang dari dua jam sehari (Zamjani, 2020). Temuan ini memperkuat potensi terjadinya learning loss bagi siswa di Indonesia.

Memang, pandemi mengajarkan pada kita betapa ketergantungannya manusia pada teknologi, tidak terkecuali dalam konteks pendidikan. Namun dalam jangka panjang, teknologi bukan satu-satunya alat dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menyeimbangkan tingkat teknologi dengan faktor sumber daya manusia adalah kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dibutuhkan kerjasama yang melibatkan semua sektor dalam pendidikan. Pemerintah, guru, orang tua, dan siswa bertanggung jawab dalam mengembangkan kualitas pendidikan Indonesia. Pemerintah bertanggung jawab dalam menjamin keterjangkauan akses pendidikan bagi seluruh siswa, guru sebagai role model bagi siswa diharapkan lebih memiliki kreatifitas dan inovasi dalam menyampaikan pembelajaran, orang tua berperan dalam mendampingi proses pembelajaran anak sekaligus memberikan motivasi, dan tidak terkecuali siswa itu sendiri diharapkan dapat beradaptasi dengan keadaan untuk terus belajar.

Optimis adalah kata yang sesuai untuk menggambarkan pandangan kita dalam melihat pendidikan di tahun 2021. Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta dalam mempertahankan kualitas pendidikan dimasa yang serba terbatas ini. Contohnya, sejak pelaksanaan BDR (Belajar dari Rumah), TVRI dan RRI mulai menyiarkan konten pembelajaran sekolah. Upaya ini dilakukan guna menyediakan akses pendidikan di wilayah 3T (tertinggal, terpencil, dan terdepan) yang memiliki kesulitan sinyal internet. Perusahaan swasta penyedia platform e-learning juga turut membantu dengan mulai membebaskan biaya untuk mengakses materi pembelajaran. Program peningkatan kapasitas guru juga sedang digarap oleh kemendikbud dengan nama “Penggerak Guru” yang sudah melibatkan 2.800 guru dari 56 Kabupaten (World Bank, 2020).

Upaya positif di atas harus dibarengi dengan optimisme seluruh lapisan masyarakat untuk turut andil dalam mengembangkan kualitas pendidikan. Keterbatasan pada masa pandemi ini dapat dijadikan pembelajaran agar sistem pendidikan pada masa yang akan datang dapat lebih resilience. Mengingat manfaat keberhasilan pendidikan dapat dituai pada masa yang akan datang dalam bentuk kualitas sumber daya manusia yang dapat berkontribusi pada kemajuan ekonomi bangsa, Indonesia.

 

Referensi

Kuhfeld, M., Soland, J., Tarasawa, B., Johnson, A., Ruzek, E., & Liu, J. (2020). Projecting the Potential Impact of COVID-19 School Closures on Academic Achievement. Educational Researcher, 49(8), 549–565. https://doi.org/10.3102/0013189X20965918

OECD. (2019a). Programme For International Student Assesment (PISA): Indonesia Results From PISA 2018.

OECD. (2019b). Programme For International Student Assessment (PISA): Malaysia Results From PISA 2018.

World Bank. (2019). The Education Crisis: Being in School Is Not the Same as Learning. https://www.worldbank.org/en/news/immersive-story/2019/01/22/pass-or-fail-how-can-the-world-do-its-homework

World Bank. (2020). Janji Pendidikan di Indonesia.

Zamjani, I. (2020). Bersekolah di Tengah Pandemi: Pengalaman Anak Belajar dari Rumah.

Ditulis oleh Radimas Suwardana – Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.

**Artikel merupakan artikel terpilih dalam event RISED Open Article Edisi 1

***Segala informasi yang dimuat dalam artikel ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak merepresentasikan pandangan institusi

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *