Get In Touch
Gubeng Kertajaya V C/47 Surabaya,
East Java, 60286 - Indonesia
info@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510
Work Inquiries
rised@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510

Produk Impor Mendominasi E-commerce, Bagaimana Nasib UMKM ?

Image by katadata.com

Sejak pandemi COVID-19, pemerintah telah memberikan anjuran stay at home. Anjuran ini mengubah aktivitas masyarakat yang awalnya berbasis luar jaringan (offline) menjadi dalam jaringan (online). Hal ini memicu perkembangan digitalisasi yang pesat pada saat pandemi. Dengan anjuran untuk tetap berada di rumah, salah satu aktivitas yang paling signifikan perkembangannya adalah kegiatan jual-beli yang dilakukan secara online.

Dengan trik pemasaran yang handal, para pelaku e-commerce berhasil menarik para konsumen. Laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company (2020) mencatat, terdapat 37% pengguna baru yang mulai tertarik untuk menggunakan e-commerce selama pandemi. Jumlah distributor lokal pun meningkat 5 kali lipat selama pandemi. Hal ini menunjukkan adanya inovasi dari para pengusaha untuk mempertahankan bisnisnya akibat COVID-19.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa pada platform e-commerce, jumlah produk impor sangat mendominasi hingga 90%, sedangkan untuk produk domestik hanya 10%. Hal ini diduga karena produk lokal masih belum banyak yang masuk market place karena pengetahuan pemasaran melalui digital platform masih rendah.

Masyarakat Indonesia cenderung untuk membeli barang yang lebih murah dengan membandingkan produk satu persatu. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, 2019) melakukan survei kepada 1.626 pembeli online di seluruh Indonesia. Hasilnya mengungkapkan bahwa barang impor yang ada di e-commerce dianggap lebih murah daripada harga barang lokal. Tak hanya harga produk, tetapi juga biaya ongkos kirim sangat signifikan perbedaannya.

Salah satu contoh adalah perdagangan di Cina yang mengenakan ongkos kirim yang cenderung sangat murah. Hal ini dikarenakan Pemerintah Cina memberikan subsidi untuk barang ekspor, sehingga para pengusaha dari Cina memiliki kemudahan untuk melakukan penjualan melalui e-commerce. Sementara itu, ongkos kirim antar daerah di Indonesia masih cukup tinggi, seperti biaya pengiriman dari pulau Jawa ke wilayah luar pulau Jawa, karena masih bergantung pada perhitungan harga berdasarkan jarak.

Persaingan antara penjualan barang ekspor dan impor di Indonesia turut membuat keresahan bagi para pelaku UMKM di Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, UMKM hanya dapat bergantung pada pergerakan konsumen. Jika kondisi ini terus terjadi, maka nasib  UMKM akan semakin memburuk dan satu persatu akan menutup usahanya. Hingga sekarang para pelaku UMKM masih berjuang untuk mendapatkan hati masyarakat dan mengupayakan hasil yang maksimal untuk dapat bersaing dengan produk impor.  Mereka mulai membenahi usaha mereka, dimulai dari teknik strategi pemasaran, peningkatan kualitas produksi hingga pelayanan yang mereka berikan.

Pemerintah akhirnya membuat regulasi untuk membatasi barang impor yang masuk. Regulasi ini tertuang dalam undang-undang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak Atas Impor Barang. Kini batasan barang impor yang awalnya berkisar sekitar 27,5%-37,5% kini menjadi sekitar 17,5%. Upaya ini dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan impor melalui e-commerce.

Pada akhirnya, pemerintah diharapkan untuk menerapkan regulasi untuk membenahi kualitas produk UMKM, memastikan ketersediaan bahan baku yang ada dalam negeri, serta kemudahan pengiriman barang di dalam negeri. Para pelaku UMKM juga perlu adanya bimbingan dan pelatihan tentang strategi yang baik terhadap sistem penjualan melalui e-commerce agar semakin diminati masyarakat Indonesia, sehingga produk UMKM di Indonesia dapat tumbuh dengan maksimal dan dapat lebih unggul daripada produk impor.

 

Referensi:

E-Conomy sea 2020: Resilient and racing ahead – what marketers need to know about this Year’s digital shifts. (2020). Retrieved April 12, 2021, from https://www.thinkwithgoogle.com/intl/en-apac/consumer-insights/consumer-journey/e-conomy-sea-2020-resilient-and-racing-ahead-what-marketers-need-to-know-about-this-years-digital-shifts/?utm_medium=cpc&utm_source=Google&utm_team=twg-apac&utm_campaign=202011-seaeconomygenericpm-id-en&gclid=CjwKCAjwvMqDBhB8EiwA2iSmPPuG4GUeDL5Sb254L3-dZoSRh_zdujViqIQya8f9UmBDS9Jd3lRRExoC0XsQAvD_BwE&gclsrc=aw.ds

Rekomendasi LIPI untuk kebijakan E-commerce Indonesia. (2019). Retrieved April 12, 2021, from http://lipi.go.id/siaranpress/rekomendasi-lipi-untuk-kebijakan-e-commerce-indonesia/21898

Heriani, F. N. (2020, January 24). Pelaku Usaha Dukung Kebijakan Baru Bea   Masuk Impor E-Commerce. Retrieved from https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e2a67c61ba38/pelaku-usaha-dukung-kebijakan-baru-bea-masuk-impor-e-commerce

Penulis: Ranny Febrianti
Research Assistant Intern-RISED
Mahasiswi S1 Actuarial Science – President University

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *