Get In Touch
Gubeng Kertajaya V C/47 Surabaya,
East Java, 60286 - Indonesia
info@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510
Work Inquiries
rised@rised.or.id
Ph: +62 813 3516 1510

Ledakan Ekonomi Digital Asia Tenggara: Dari Peningkatan Investasi Menuju Pertumbuhan Pascapandemi

Image by : Depositphotos

Selasa, (3/11), Microsoft dan Bukalapak menandatangani kemitraan strategis senilai US$100 juta yang diharap mampu mengubah perdagangan dan pekerjaan berbasis teknologi di Indonesia. Kolaborasi ini akan diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur daring yang tangguh, pengurangan kesenjangan digital, dan pelatihan keterampilan digital untuk lebih dari 12 juta usaha dan 100 juta pelanggan (Microsoft Indonesia, 2020). Di sisi lain, kerja sama ini ditetapkan setelah Google dan perusahaan investasi Pemerintah Singapura Temasek sepakat untuk menyuntikkan dana senilai US$ 350 juta di Tokopedia, saingan Bukalapak, seminggu sebelumnya (Lee, 2020). Kondisi ini mencerminkan peningkatan minat perusahaan teknologi asal Amerika Serikat untuk membiayai pengembangan perusahaan unikorn—atau perusahaan senilai lebih dari $1 miliar—asal Indonesia di tengah pandemi.

Penyuntikan dana investasi tidak terbatas pada lanskap ekonomi Indonesia, mengingat hal serupa menjangkiti perusahaan perdagangan daring ( e-commerce ) dan teknologi finansial ( fintech ) di seluruh Asia Tenggara. Pada kuartal kedua tahun ini, nilai penggalangan modal di kawasan ini meningkat 91% menjadi US$2,7 miliar dari tahun sebelumnya, dan jumlah kesepakatan penggalangan modal menambah sebesar 59%—dari 116 menjadi 184 transaksi (Iwamoto, 2020b). Sebagian besar investasi mengalir kepada perusahaan yang memberikan layanan daring selama pandemi—di mana perusahaan e-commerce mengumpulkan US$ 691 juta, perusahaan logistik menarik US$360 juta, dan perusahaan fintech meraup US$ 496 juta (Iwamoto, 2020b). Kondisi ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi digital nampak jelas dalam perekonomian Asia Tenggara, khususnya dengan adanya virus korona.

 

Sepuluh perusahaan rintisan Asia Tenggara dengan dana investasi tertinggi pada kuartal kedua 2020 (Sumber: asia.nikkei.com)

Digitalisasi ekonomi menjadikan Asia Tenggara medan pertempuran kompetitif untuk melakukan inovasi. Di satu sisi, populasi internet di Asia Tenggara—didominasi demografi yang lebih muda dan yang semakin memahami teknologi—kerap membengkak. Sejak awal tahun ini, 400 juta penduduk Asia Tenggara, atau 70% dari keseluruhan populasi, terhubung dengan internet. Bahkan, di awal tahun ini, sekitar 40 juta penduduk menggunakan internet untuk pertama kalinya, dan angka ini lebih tinggi daripada 10 juta di tahun 2019 serta 100 juta di antara tahun 2015 sampai 2019 (Davis dkk, 2020). Data tersebut menunjukkan potensi perekonomian Asia Tenggara—semula berfokus di sektor manufaktur—untuk menarik lebih banyak investor dan pengusaha untuk berkecimpung di bidang teknologi.

Di sisi yang lain, pengadopsian teknologi turut mendiversifikasi aktor-aktor ekonomi. Kombinasi perkembangan pasar digital dan peningkatan investasi memunculkan insentif bagi berbagai perusahaan untuk berekspansi, baik area pemasaran maupun layanan. Misalnya, membuka peluang bagi penjual untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Tokopedia dan Bukalapak telah lama menjadi pemimpin pasar Indonesia, dan keduanya hendak menambah aktivitas perbelanjaan daring, khususnya dengan lonjakan permintaan dan aliran peralihan konsumen ke kanal-kanal digital selama periode pembatasan sosial.

Namun, ekspansi perusahaan-perusahaan tak berhenti di tingkat domestik; proses ini terjadi di tingkat regional. Tokopedia dan Bukalapak menyaksikan kehadiran perusahaan e-commerce Singapura Shopee sebagai kompetitor baru mereka. Di kuartal kedua dan ketiga 2020, Shopee menduduki pertama pada daftar perusahaan e-commerce paling kompetitif di Indonesia, disusul Tokopedia di peringkat kedua dan Bukalapak di peringkat ketiga (iPrice, 2020). Bahkan, jumlah pengunjung situs bulanan Shopee lebih banyak apabila dibandingkan dengan aspek serupa dari perusahaan asal Indonesia. Hal ini dimungkinkan dengan strategi seperti pemanfaatan Hari Belanja Online Nasional (atau Harbolnas) dan penggunaan dompet digital bawaannya ShopeePay untuk memudahkan transaksi (Franedya, 2019). Maka dari itu, perekonomian Asia Tenggara memiliki potensi dinamisme yang tinggi.

Sepuluh perusahaan e-commerce Asia Tenggara dengan tingkat persaingan tertinggi pada kuartal ketiga 2020 (Sumber: iprice.co.id)

Meskipun semangat kompetisi antarperusahaan masih merebak, perekonomian digital Asia Tenggara mampu menjadi solusi untuk memulihkan ekonomi dari resesi. Sebelumnya, Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan dengan tingkat pertumbuhan tertinggi—dengan tingkat ekspansi sekitar 5% pertahun. Namun, di tengah keketatan kebijakan kuncitara serta pembatasan sosial, kawasan ini harus menghadapi kinerja ekonomi terburuk—setelah krisis finansial Asia 1997—dengan penurunan konsumsi swasta, investasi publik, dan pemasukan pariwisata (Iwamoto, 2020a). Dengan ekonomi yang semakin berkontraksi serta kasus virus korona yang meroket, negara-negara Asia Tenggara perlu berhati-hati menggulirkan stimulus agar tidak meregangkan keuangan mereka.

Di tengah langkah pembangkitan ekonomi dan peningkatan perdagangan, pemerintah berupaya menambah aliran konsumsi domestik via ekonomi digital. Pandemi menghancurkan beberapa bisnis dan industri, tetapi ia juga mempercepat penggunaan teknologi digital. Tidak dapat meninggalkan rumah, setiap orang didorong menggunakan aplikasi untuk melanjutkan aktivitas mereka. Selain menjadi investasi yang menarik bagi para investor, penyedia layanan berbasis daring inilah yang mampu menjaga aliran konsumsi domestik agar ekonomi tidak lumpuh. Di Indonesia, perusahaan rintisan unikorn Gojek—penyedia layanan pembayaran, pemesanan kendaraan kendaraan, serta pengiriman makanan mengumpulkan US$100 juta pada kuartal kedua tahun ini (Iwamoto, 2020b). Maka dari itu, walau memerlukan waktu dan moda adaptasi, aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa membahayakan kesehatan masyarakat.

Sulit untuk menentukan wujud perekonomian Asia Tenggara di kemudian hari, sebab pandemi memunculkan ketidakpastian terhadap tren-tren ekonomi. Satu hal yang sudah pasti adalah realitas bahwa pandemi virus korona melambungkan kita ke masa depan. Pergeseran aktivitas ekonomi publik dari ranah konvensional menuju ruang digital mentransformasi Asia Tenggara menjadi ekosistem berpotensi tinggi bagi pelaku ekonomi digital—tampak dalam peningkatan investasi terhadap perusahaan rintisan hampir dua kali lipat sepanjang tahun ini. Kondisi tersebut dapat mendorong kompetisi antarperusahaan, memacu inovasi digital, serta mencerahkan prospek Asia Tenggara untuk bangkit kembali dari resesi.

Penulis : Allysa Ramadhani – RISED Social Media Officer Intern

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *